Rabu, 03 Juli 2013

Keramat Makam Datu Insad

Makam Datu Insad 

Nama : Mulyadi

IAIN Antasari Banjarmasin

Fak/ Jur: Ushuluddin/ Perbandingan Agama

Angkatan: 2010


BAB I
PENDAHULUAN
            Makam keramat adalah makam yang dipercayai sebagian banyak masyarakat dapat mengabulkan hajadnya. Biasanya makam keramat adalah makam seorang tokoh pada zaman dahulu seperti waliyullah, dan sebagainya.
            Didalam makalah ini saja mencoba untuk memberikan contoh daripada sebagia banyak makam yang ada disekeliling kita, disini saya mencoba untuk memberikan gambaran terhadap makam waliyullah yang ada di desa Sambangan, kecamatan Bati-bati, Kabupaten Tanah Laut, tepatnya di Rt/Rw. 03/02.
            Disana masyarakat mempercayai bahwa makam itu dapat mengabulkan hajad mereka, dengan itu banyak masyarakat yang datang untuk bejiarah ke makam Beliau, dari yang berkeluarga, sampai pada para pemuda-pemudanya, dari yang miskin sampai ke orang kaya, adalagi, seperti pedagang, petani, bahkan dari pelajar dasar sampai perguruan tinggi, sering berjiarah kemakam beliau untuk berhajad, seperti para pelajar  yang apabila lulus ujian, maka mereka akan datang lagi untuk berjiarah kemakam itu. Ada juga para pedagang yang meminta syarat dagang agar dagangannya laku, dan sebagainya.
            Terkadang banyak masyarakat yang sering sekali berjiarah kemakam keramat itu, karena mereka merasa hajad-hajad mereka dikabulkan, dan dengan berjiarah kembali mereka menghaturkan rasa syukur mereka, kebiasaan mereka dengan membacakan yaasin, maupun memberikan kembang dimakam beliau.
            Dapat kita ambil pelajaran bahwa kita dengan berjiarah kemakam waliyullah dengan mengambil syafaat makam tersebut, do’a kita akan lebih mudah diqobulkan, karena do’a waliyullah lebih mudah diterima oleh Allah Swt.
BAB II
PENBAHASAN
A.    Pengertian makam keramat
Makam keramat adalah makam yang dianggap masyarakat keramat atau bertuah, yang biasanya dijadikan orang untuk berhajad atau sebagai prantara do’a mereka. Dan juga sebagai tawashul daripada do’a, Karena kita sebagai orang awam merasa segala do’a tidak mudah terqobul.
Dengan bertawashul kepada makam keramat itu, beliau akan memintakan do’a  kepada Allah. Kita simpulkan saja dikalau waliyullah yang memintakan, pasti Allah akan qabulkan.
B.     Asal Mula Makam Datu Insad (Datu Samada)
            Makam ini berada di daerah Kalimantan Selatan, yang tepatnya di desa Sambangan, Kecamatan Bati-bati, Kabupaten Tanah Laut, Rt 03/ Rw 02.
            Menurut penjaga makam dan juga warga masyarakat tersebut, bahwa pada awalnya makam berada dipojok kampung, tepatnya diseberang sungai didesa tersebut yang sulit dijangkau oleh para penjiarah pada waktu itu,   makam itu sulit dijangkau karena penyeberangan kemakam tersebut dengan menggunakan perahu yang kecil[1], karena ketidak adaan jembatan pada waktu itu, walaupun sungai tersebut tidak begitu jauh jaraknya dengan makam, yang diperkirakan sekitar 10 sampai 15 meter,  dan medan yang harus dilalui oleh para penjiarah  untuk sampai kemakam tersebut sangat mengkhawatirkan . Namun dengan kekeramatan beliau, makam atau itu pindah sendiri ketempat yang lebih mudah dikunjungi oleh para penjiarah.[2]
Sesungguhnya nama Datu Insad itu adalah Datu  Samada, tetapi para masyarakat memanggilnya Datu Insad, di desa itu makam datu insad tidak sendirian bermukim disana, melainkan ditemani oleh murid beliau yang bernama datu Mastanian atau juga dipanggil Datu Samadi.
Alkisah, mengapa datu Mastanian itu menjadi murid Datu Insad?, sebelum menjadi murid datu insad, datu mastanian itu berusaha menguji si datu insad, karena beliau merasa meliliki ilmu lebih tinggi dari datu insad, Beliau menguji dengan sebuah permainan yang cukup sederhana, yaitu dengan permainan petak umpet, dan dalam giliran pertama sembunyi adalah datu mastanian, kemudian datu insad dengan waktu yang singkat, beliau menemukannya, dan selanjutnya giliran datu insad yang bersembunyi, kenapa pada saat itu datu mastanian tidak menemukannya, dan ternyata datu insad bersembunyi didalam mulutnya datu mastanian, pada saat mulut datu mastanian itu terbuka. pada saat itu datu mastanian mengakui bahwa ilmu daripada datu insad itu lebih tinggi daripadanya, sejak itulah datu mastanian mengaku ingin berguru kepadanya. Beliau berjanji kemanapun datu insad pergi beliau akan selalu mendampinginya, yang hingga akhirnya datu insad bermukim disebuah desa, yaitu desa Sambangan yang sudah diceritakan diatas, dengan itulah didesa itu ada dua makam tersebut. Mungkin itu salah satu dari kekeramatan beliau yang kita ketahui.
            Tidak heran apabila banyak orang yang berjiarah kemakam beliau, dari plosok-plosok desa sampai perkotaan sudah banyak mengetahui. Tatkala orang yang dari jauh-jauh itu pernah bermimpi dengan datu insad, dan kemudian menjiarahinya, setelah bejiarah, mereka menceritakannya kepada orang lain, dengan itulah cerita makam beliau menyebar.
C.    Benda-Benda Bertuah yang Ada Di Makam Datu Insad
a.      Cincin Datu
Cincin ini dibuat daripada kain kuning dengan mata cincinnya batu dari makam beliau, yang dibuat oleh penjaga makam tersebut, yang sebelumnya dibacakan oleh penjaga, yang tentunya akan dikembalikan kembali apabila meminjamnya. Diyakini masyarakat bahwa cincin itu sebagai sarat dagang atau penjaga diri agar tidak dijahati orang. Dan juga cincin itu biasanya kalau orang yang berhajad sengaja dibawa, apabila hajadnya qabul, maka cincin tersebut akan dikembalikan lagi.
b.      Air Datu
Air ini adalah air yang dimalamkan beberapa hari dimakam Beliau, kebiasaan orang dari satu  minggu sampai berbulan-bulan meletakkan air tersebut, yang dipercayai semakin lama kita meninggalkan air itu, semakin hebat khasiatnya. Biasanya orang menggunakan air itu untuk sarat dagang, dimandikan, diminum, dan juga hanya untuk mengambil syafaat beliau. Konon katanya air itu sebagai pengasihan orang, agar orang enggan berbuat jahat kepada kita.

c.       Sungai Datu
Sungai ini adalah sungai yang mana bekas penyeberangan kemakam beliau, dimana juga tempat buaya-buaya peliharaan beliau[3], yang biasanya buaya itu dikasih makan oleh penunggu makam tersebut.
D.    Pandangan Masyarakat Terhadap Makam Keramat Tersebut
Masyarakat meyakini bahwa keberadaan makam itu menjadikan masyarakat menjadi:
a.      Terhindarnya daripada kemiskinan.
Khusus untuk kampung itu, mereka meyakini bahwa makam itu membuat masyarakat mereka tidak ada yang mengalami kemiskinan, dalam artian tidak ada masyarakat yang merasakan kelaparan, dan juga sebaliknya tidak ada masyarakat yang memiliki kekayaan yang berlebihan, timbangan itu setara, konon teraturnya kekayaan masyarakat yang lebih kaya terbagi dengan masyarakat yang lebih miskin, sebab itu tidak ada masyarakat yang mengalami kemiskinan.
b.      Terhindar dari banjir besar
Meskipun dulu pernah banjir yang mencapai setengah meter dikampung tersebut, namun anehnya air tidak membasahi makam itu, padahal banjir itu dari ujung kampung dan pertengahan kampung,[4] yang menjadi pertanyaan kenapa makam itu tidak terkena banjir…? padahal tempat daripada makam itu ditengah-tengah antara yang terkena banjir itu. Konon air banjir itu membelok arah daripada makam itu, dan juga itu sebagian daripada kekeramatan beliau, bahwa makam itu dilindungi oleh Allah.

Dari cerita itu kita tarik kesimpulan bahwa masyarakat disana meyakini desa mereka tidak ada yang mengalami kelaparan atau kemiskinan yang sangat terlantar dibandingkan dengan didesa-desa lain atau perkotaan yang sering dan kerap sekali terdengar tentag kelaparan, akan tetapi disana tidak ada orang kaya yang sangat berlebihan, disana mereka seakan terjamin arti dari kemiskinan tidak bisa makan, itu semua menurut mereka karena peletakan makam tersebut di desa mereka.

Alkisah bahwa hajat dari orang kampung tersebut jarang terkabul, terkecuali hajat orang yang benar-benar menghajat kan akan kekeramatan beliau, yang sering terkabul adalah orang-orang yang jauh dari kampung tersebut,[5] karena mereka yang jauh dari makam itu biasanya benar-benar meyakini tentang kekeramatan makam itu, hal itulah yang menyebaban mereka berjiarah kemakam itu. Sehingga hajad mereka mudah terqabulkan oleh Allah, dan juga kebiasaan mereka sebelumnya mendapat isyarat atau seperti bermimpi dengan beliau.[6]
Dari pernyataan masyarakat dan penunggu makam tersebut apabila kita berhajat kepada beliau maka beliau akan memintakan kepada Allah Swt agar mengabulkan hajat dari orang yang berhajat. Dengan sebab itu orang dari luar desa maupun luar kota yang mengetahui kekeramatan beliau itu akan berjiarah kemakam beliau, kebanyakan para penjiarah berjiarah dimakam itu pada siang hari, akan tetapi adapula yang berjiarah pada malam hari, dikabarkan bahwa setiap harinya makam beliau tidak pernah kosong oleh para penjiarah.[7] Kebanyakan orang yang mengetahui kekeramatan beliau, biasanya pada malam jum’at pasti kesana, dikabarkan pada malam jum’at itu beliau berhadir dan ada disana.[8]
Dari pernyatan diatas tentunya kita bertanya-tanya, ada apa dengan hari jum’at?[9] Di kabarkan dihari lain itu beliau tidak ada dimakam tersebut, karena beliau berada dimekkah, namun tidak menutup kemungkinan kita kesana tidak akan mendapatkan syafaat beliau.
Dan yang menjadi pertanyaan kedua, kenapa beliau dihari lain selain jum’at tidak ada disana?, dikabarkan bahwa masyarakat disana tidak seperti masyarakat dulu yang pernah merasakan kekeramatan beliau,[10] diambil satu contoh pada waktu dulu bahwa orang yang berjiarah disana apabila melewati kepala makam beliau, maka dia akan muntah darah, tergambar bahwa penghormatan kepada waliyullah itu sudah tidak terlalu dijaga lagi, dengan itu beliau sering meningalkan makam beliau tersebut.
Dibandingkan dengan sekarang bahwa orang yang lewat-lewat dikepala makam beliau tidak akan terjadi hal seperti muntah darah, namun orang yang mengetahui tantang kekeramatan beliau itu tidak mau melewati kepala beliau. Yang menjadi persoalan bahwa orang kampung tersebut yang mengetahui tentang makam tersebut seakan tidak mengetahuinya, mengapa dikatakan begitu? karena mereka sudah menganggap itu suatu hal yang sudah biasa, dan juga mereka beranggapan bahwa Beliau sudah jarang berada dimakam itu,[11] yang tentunya mereka tidak menyadari bahwa itu adalah makam waliyullah yang diberikan kelebihan yang luar biasa yang tidak dimiliki oleh orang biasa.
Dalam hal ini saya selaku tamu disana merasa ada kekecewaan terhadap pernyataan itu, tidak jarang ada sebuah desa yang dimukimi oleh waliyullah, dan beliau bermakam disana, tandanya desa itu adalah tempat yang sudah dipilih beliau, dalam artian bahwa desa itu istimewa sampai-sampai beliau bermakam disana, tetapi kenapa rasa hormat terhadap makam itu terlalu tipis.
Dari sekian banyak makam-makam waliyullah, kebanyakan masyarakat berbondong-bondong menjiarahinya, karena disamping mereka berdo’a kepada Allah, mereka ingin agar do’a atau hajad mereka lekas terqabul, dengan itu masyarakat kebany
akan mempercayai bahwa dengan berjiarah kemakam waliyullah itu do’a mereka akan lekas terqabul.
Dengan terbangunnnya bangunan makam Datu Insad saat ini, menambah pula mata pencahaarian sebagian masyarakat setempat, seperrti berdagang maupun menertipkan mobil atau kendaraan para penjiarah, yang tentunya sudah mendapat izin dari pemerintah.
Dibalik menjadi suatu mata pencaharian mereka, makam itu diyakini mereka banyak sekali mendatangkan manfaat, dan juga menjadi suatu kebanggaan masyarakat. Disamping itu juga menambah keimanan mereka dengan kekeramatan makam tersebut.
            Dipandang dari rasa syukur mereka, dengan rutin mereka melakukan haulan makam tersebut setiap tahunnya, yang juga dihadiri oleh bupati maupun gubernur yang ikut mencurahkan rasa syukur itu, tidak lupa pula para rombongan maulid yang menyemarakkan acara tersebut, dan penceramah agama yang membacakan riwayat singkat tentang makam keramat tersebut dengan versi yang berbeda-beda pula tiap tahunnya

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa makam keramat itu adalah sarana daripada prantara do’a kita kepada Allah.
Dapat ditarik kesimpulan pula ada beberapa benda-benda keramat yang dianggap mereka bertuah dimakam keramat itu, seperti; cincin datu, air datu, sungai datu, dan lain sebagainya.
Dengan adanya makam tersebut masyarakat disana meyakini bahwa desa mereka tidak ada yang mengalami kelaparan atau kemiskinan yang sangat terlantar dibandingkan dengan didesa-desa lain atau perkotaan yang sering dan kerap sekali terdengar tentang kelaparan, akan tetapi disana tidak ada orang kaya yang sangat berlebihan, disana mereka seakan terjamin arti dari kemiskinan tidak bisa makan.
Dalam makalah ini saya menyimpulkan bahwa makam keramat yang saya angkat ini yaitu Makam Datu Insad adalah makam yang bertuah, karena dengan beberapa bukti yang sudah dialami oleh kebanyakan masyarakat, seperti terqabulnya hajad-hajad mereka, dan lain sebagainya.
Saya sebagai penulis mengharapkan kritikan maupun saran dari pembaca agar terciptanya kesempurnaan makalah ini, karena saya yakin dalam makalah ini terdapat banyak kekurangan dari segi bahasa maupun penulisan.


[1] Perahu itu hanya bisa memuat dua orang, termasuk pengemudi perahu tersebut.
[2] Tempat yang lapang dan tentunya daerah itu seperti hutan, lalu dibersihkan masyarakat disana, sehingga menjadi tempat yang lebih mudah dikunjungi oleh para penjiarah.
[3] Buaya itu tidak tampak, hanya orang-orang tertentu atau yang ada hubungannya  saja yang bisa melihatnya,
[4] Makam itu berada dipertangahan diantara wilayah yang terkena banjir tersebut.
[5] DIkabarkan bahwa do’a dari  masyarakat disana jarang terqabul, dikarenakan mereka yang tidak meyakini sepenuhnya tentang kekeramatan beliau, atau keragu-raguan akan do’a mereka itu yang menyebabkan terhalangnya do’a itu.
[6] Bermimpi dalam artian mendapat petunjuk dari makam tersebut.
[7] Para penjiarah dari masyarakat itu sendiri maupun dari luar  desa itu.
[8] Menurut mu’alim didesa tersebut dan beberapa pendapat dari para ulama.
[9] Konon hari jum’at adalah hari dimana beliau ada dimakam beliau, dihari lain beliau berada di Mekah,
[10] Kekeramatan itu tidak disaksikan oleh masyarakat sekarang ini, sehingga membuat keyakinan mereka terhadap makam  itu berkurang, dengan itulah do’a maupun hajad mereka terhalang akan keragu-raguan mereka.
[11] Beliau hanya berada dimakam itu pada hari jum’at (menurut para mu’alim didesa tersebut)

Makna dan Kekuatan Simbol Adat Pada Masyarakat Dayak Di Kalimantan Barat

Ditinjau Dari Pengelompokan Budaya
Hj.Irene A. Muslim
S.Jacobus E.Frans L.







OLEH

Mulyadi
(1001411006)



INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI
F A K U L T A S   USHULUDDIN
JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA
BANJARMASIN
2011

 
BAB I
PENDAHULUAN
Suku bangsa Dayak[1] sebagai masyarakat hokum adat  mempunyai hubungan yang erat dengan lingkungan hidupnya. Mereka sering dipengaruhi oleh alam pikiran religeo magis. Kenyataan yang demikian tidak selalu mudah untuk dimengerti atau dipercayai oleh setiap orang. Sebaliknya, masyarakat Dayak menganggap pengetahuan akan tanda-tanda atau simbol-simbol tertentu dalam kehidupan mereka adlah hal yang wajar, meskipun sebenarnya tidak semua orang memiliki  kepandaian untuk itu. F.D. Holleman dalam pidato inaugurasi “ De Commune Trek In Het Indonesische Reschtsleven” (Corak kegotong royongan dalam Kehidupan Hukum Indonesia) menyatakan;
“Religion magis/ sacral: artinya percaya kepada kekuataan ghaib (magis) sebagai suatu kekuatan yang menguasai alam semesta dan seisinya dalam keadaan kesinambungan. Karena itu, setiap masyarakat hokum adat pada dasarnya merasa wajib untuk senantiasa turut menjaga dan mempertahankan keadaan  kesinambungan alam yang terwujud berkat adanya kekuataan ghaib.”
Bagi orang dayak adanya kemungkinan dan kemampuan untuk berkomunikasi dengan alam, baik dengan alam ghaib maupun dengan alam nyata tidak banyak menjadi pertanyaan dalam kehidupan, karena mereka selalu memelihara pengetahuan dan kepercayaan pada tanda-tanda alam tersebut. Sebagian besar orang dayak percaya  bahwa ada tanda-tanda dan kekuatan supra natural yang dapat menimbulkan keghaiban melalui pristiwa tertentu.
Terlebih dahulu dikemukakan pengelompokan untuk  melihat keberadaan atau menempatkan hubungan  antara masyarakat hokum adat suk bangsa Dayak yang satu dan yang lainnya. Salah satu pendekatan dalam pengelompokan ini adalah persamaan unsure-unsur kebudayaan, seperti seni tari, seni suara, seni rupa, dan seni music.
Namun tidak berarti bahwa symbol-simbol adat yang dimiliki atau diyakini oleh semua masyarakat hokum adat suku Dayak itu akan terangkum dalam makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengelompokan budaya
Hubungan antar-subsuku dayak dapat ditelusuri melalui berbagai pendekatan. Salah satu diantarannya adalah melalui seni-budaya: tarian, ukiran, atau lukisan dan music.
a.      Tarian
Dalam berbagai kesempatan penampilan tarian ttradisional-terutama dilihat dari gerak-gerik langkah, bentuk dan bunyi instrument music, serta bentuk dan motif pakaian tradisional-tampak bahwa seni tari antara subsuku bangsa Dayak yang satu dengan yang lainnya mempunyai banyak persamaan. Persamaan ini dapat menunjukan indikasi bahwa terdapat hubungan kekerabatan pada masa lampau. Kelompok-kelompok demikian adalah sebagai berikut:
1.      Orang kayan, Punan, Bukat dan Oheng (Peneheng) mempunyai alat music sape dan tarian serta motif busana yang sngat mirip.
2.      Orang Iban, Kantuk, Muwalang, Seberuang, Tabun di Ketungau, Desa di Lebang/Kapuas, Lino di Melawidan Bungao, dalam memukul gong, tawak, gendang, bebendai serta Engkerumong (gamelan kecil), kemudian mereka menari, akan terkesan bahwa bunyi instrument, gaya tari, dan motif busana mereka ada kesamaan.
3.      Orang Banuaka’ Taman di Banua’ Sio, Mandalam, Kapuas dengan Banuaka’ di Kalis, Paniung, Sabintang, dan di Alau, Apalin, Nanga Nyabo, dll. Yang mana gaya dan motif busana mereka ada kesamaan.
4.      Orang Jangkan Ribun, Pandu, Pompang, Desa di Maliau, sama dalam memukul gong, tawak, gaya tari, dan motif busana.
b.      Busana tradisional
1.      Kelompok Dayan Kayan, Iban dan Banuaka’ untuk pakaian laki-laki mempunyai kesamaan dalam: Cawat (sirat, kainampura), rompi (gagung), topi (kambu).
2.      Kelompok Ud Danum, Kaninjal, Undau, Kubin mempunyai kesamaan dalam busana dan senjata perang/ berburu serta beberapa peralatan rumah tangga.
c.       Ukiran
1.      Kelompok Banuaka’ terkesan adanya kesamaan dengan kelompok Kayan dan kelompok Iban dalam bentuk dekoratif walaupun pada kelompok Kayan lebih menonjolkan motif akar atau pakis, sedangkan Iban lebih menonjolkan motif daun-daun dan Banuaka’ menonjolkan dari penggabungan motif keduanya.
2.      Kelompok Ut Danum, Kaninjal, Undau, Kubin mempunyai kesamaan dalam berbagai motif ukiran.
3.      Ukiran Jangkang-Ribun banyak kesamaan dengan Mahap, Mentuka, Kerabat Bedayuh Menyuke, Kanayatn, Lara, Jagoi, Bakati, suku bangsa Kayung-Jelai, dan Siring (Simpang).
4.      Ukiran Kanayatn banyak persamaan dengan Menyuke, Lara, dan Bakati serta Kayung-Jelaai di Kabupaten Ketapang.
d.      Bahasa
Persamaan-persamaan languistik terdapat sangat jelas pada:
1.      Orang Kayan dengan Punan, dan Bukat
2.      Orang Banuaka’ di: Banua Sio, Mandalam, Kapuas, dengan Kalis, dan Paniung, Sebintang, Alau, Apalin,Nyabo, Nanga Nyabo, Sunge Ulo dengan di Tamambalo, Tamao sertra Labiyan.
3.      Orang Suruk dengan Memayan, dan Suhaid.
4.      Orang Iban dengan Kantuk, Seberuang, Muwalang, Ketungau, Seburuk, dan Desa.
5.      Orang suku Kaninjau dengan Undau, Kubin, dan Linau.
6.      Orang Jangkang dengan Ribun,Pandu, Mahab, Mantuka, Kerabat, Pompang dan Simpang.
7.      Orang banyuke’, Kanayatn, Bakati, Lara, Jagoi.
8.      Orang Jelai dengan Kendawang, Pesaguan, Kayung di Kabupaten Ketapang.
e.       struktur kemasyarakatan
Di Kalimantan terdapat dua subsuku yang mempunyai struktur masyarakat berlapis, yaitu:
1.      Orang Kayan yang masyarakatnya terdiri dari hipi (orang bangsawan), payin (warga biasa), dan dipan (budak).
2.      Orang Banuaka dengan struktur masyarakat yang terdiri dari samagat (bangsawan),  babiring (bangsawan campuran masyarakat biasa), banua (masyarakat biasa), dan pangkam (budak)[2].
f.       macam-macam simbol
Dalam pengenalan dan penggunaan simbl-simbol dalam masyarakat Dayak di Kalimantan Barat jelas terdapat banyak kesamaan. Hal ini ada kaitannya dengan kepercayaan mereka, dengan menganggap bahwa alam itu , baik yang nyata maupun yang ghaib, merupak sumber dan basis kehidupan.
            Oleh karena itu, jika mereka bijaksana menata alam mereka akan mendapat rezeki dari alam, dibantu, dan bahkan akan di lindungi leh alam. Dalam masyarakat Banuaka ada yang disebut dengan karue, dan pada Iban ada penfaroh yaitu suatu benda alam, baik berupa batu, kayu, tulang, atau benda lain yang bentuknya menyerupai benda atau binatangf tertentu dianggap mempunyai roh atau kekuatan ghaib yang dapat membantu manusia dalam mencatri rezeki.
g.      Kegunaan
1.      Untuk mengatasi dalam menyatakan keadaan perang.
Keputusan untuk mengedarkan simbol-simbol ini diambil dalam suatu musyawarah adat luar biasa.
a.       Mangkok Merah pada kelompok Dayan Kanayatn, yang terdiri dari;
1)      Mangkok kecil putih yang di olesi dengan darah hewan
2)      Bulu ayam
3)      Tongkat api (puntung kayu api yang sudah dibakar)
4)      Potongan atap (kajang)
b.      damak/ Patuong pada Dayak desa di kecamatan Meliau kabupaten Sanggau, yang terdiri dari;
1)      korek api/ punting kayu yang sudah dibakar
2)      bulu ayam
3)      potongan atap (kajang)
c.       bungae Jarao pada Dayak Iban, dipergunakan sebagai alat komunikasi yang terdiri dari;
1)      bentuk bunga dari irisan kayu
2)      punting kayu api yang sudah dibakar
3)      bulu ayam
4)      potongan atap (kajang)
Pengedaran mangkok merah, Bungae jarao, damak/patuong ditujukan pada kaum kerabat mohon bantuan segera. Khusus untuk masyarakat Kanayatn, pengedaran tersebut harus dari restu nenek moyang mereka yang dimohonkan dalam upacara sakralmelalui Pantak Padagi. Oleh karena itu setiap orang atau setiap kampong yang dilewati atau dituju harus meneruskannya kepaa orang atau kampong pertama berikutnya, sampai symbol itu kjembali lagi ke orang atau kampong pertama yang mengedarkannya.
Tetapi apabila terhenti disuatu kampong tanpa alas an yang dapat dipertanggung jawabkan, maka kampong tersebut akan dikenakan sanksi berupa hokum adat Pati Nyawa (tebusan jiwa), atau di klasifikasikan sebagai musuh, atau dikutuk oleh arwah nenek moyang.
Selain dengan pengedaran mangkok merah, masyarakat kanayatn mempunyai pula suatu kemampuan ghaib untuk mengerahkan massa, yaitu Tariu[3].
2.      Pertanda gawat dareuat atau berbahaya
a)      Bunyi burung ketupong (Iban) atau antis (banuaka’). Bunyi disebelah kiri jalan sebagai peringatan untuk waspada akan bahaya, yang dapat menimpa pendengar atau keluarganya. Bila bunyi disebelah kiri, atau bersahutan dengan bunyi disebelah kanan, pertanda bahwa keaadan sudh gawat.
b)      Bunyi burung lang (iban)atau burung bua (banua ka’)pada malam hari,mengisyaratkan sesuatu yang kurang menyenangkan akan terjadi.
c)      Penampakan kesulae atau buyah (Iban), babau pampang surabe( banuaka) yaitu kupu-kupu besar  yang berwarna loreng yang datang kerumah, menandakan bahwa ada kerabat dekat yang meninggal dunia
d)      Bunyi buraung pok (iban) pada malam hari menanda kan bahwa akan ada kerabat yang meninggal dalam waktu dekat
e)      Bunyi kijang (iban) atau kidang (pada saat sibuk bekerja) pada saat sibuk bekerja di ladang sebagai pertanda berita buruk.
f)       Ada ular melintas didepan ketika melakukan perjalanan, sebagai tanda adanya malapetaka
g)      Adanya pungu (Iban/ Banuaka’) yaitu sepotong kayu yang sudah mati jatuh disekitar tempat bekerja menandakan bahwa ada kabar buruk.
h)      Mimpi patah gigi geraham menandakan ada kerabat yang meninggal.
3.      Pertanda keadaan yang menyenangkan
a)      Bunyi burung nendak (Iban) atau andak (Banuaka’) disebelah kiri jalanmenandakan keadaan aman, sebelah kanan menandakan keadaan yang menyenangkan dan bersahutan di kiri dan kanan menandakan keadaan menyenangkan.
b)      Penampakan kesulai (Iban) atau babau (banuaka’) yaitu;
1)      Kupu-kupu kecil sebagai pertanda tamu biasa
2)      Kupu-kupu besar sebagai petrtanda ada tamu terkemuka atau kerabat dekat.
4.      Pertanda larangan
a)      Pasindang atau sindang (Banuaka dan Iban) yang menandakan larangan mengambil, atau mengganggu, atau merusak. Apabila terjadi pelanggaran, maka yang bersalah akan disingar/ditunggu (Banuaka’ dan Iban) yaitu dikenakan sanksi denda adat sesuai dengan sifat perbuatan atau pelanggaran tersebut.
b)      Tingkalungan (Banuaka’) yaitu suatu tanda terkabung yang dipasang diperbatasan kampong/desa.
5.      Pertanda perdamaian
Sebagai tanda perdamaian atau persahabatan umpamanya pada masyarakat tampayatn dipakai tempayan kecil yang bertutupkan piring dihalaman rumah, dengan sejumlah sesajen, dihiasi dengan bunga atau daun.
6.      Lain-lain simbol atau lambang
a)      Ukiran naga (Banuaka’=Binawa, Iban=Nabao)sebagai lambang kebesaran.
b)      Ukiran dan bulu burung enggang (Banuaka’=Tantakuan, Iban=Kenyalang)sebagai lambang perkasaan, disamping makna lain:
1)      Untuk Iban sebagai lambang pemujaan
2)      Untuk Banuaka’ sebagai hiasan hanya dibolehkan bagi satria yang pernah berperang;
c)      Bulu burung Ruae/Kuawo (Banuaka’=Aruwe, Iban=Ruae) sebagai lambang keindahan
d)      Tato:
1)      Pada tangan perempuan Kayan menandakan bahwa dia keturunan seorang bangsawan;
2)      Pada jari tangan laki-laki orang iban menandakan bahwa dia seorang satria pernah berperang.
BAB III
PENUTUP
Uraian tersebut diatas menunjukan bahwa masyarakat Dayak merupak bagian integral dari alam sekitarnya, yang menghendaki seorang menyesuaikan diri dengan tata cara yang ditetapkan oleh alam.
Demikian pula untuk menjaga keseimbangan alam sekitr termasuk region magis oleh masyarakat disepakati berbagai ketentuan atau norma yang harus ditaati atau dipatuhi. Oleh karena itu , tidak heran kalau masih banyak warga masyarakat Dayak yang mengerti dengan baik tanda-tanda alam, dan percaya serta tetap menjalin hubungan dengan alam, terutama bagi symbol dan lambang.
Hal tersebut sebagaimana pula yang dikatakan oleh DR. Soerjono Soekanto, SH.,MA, bahwa: “Orang Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari alam sekitarnya, dan didalam segala tingkah lakunya. Untuk mencapai kebahagian hidup seorang harus menyesuaikan diri dengan tata cara sebagaimana telah ditetapkan oleh alam sekitarnya”. Dan: “Suatu perbuatan yang melamnggar diartikan sebagai suatu tindakan yang mengganggu dalam keseimbangan alam, oleh karena itu, sanksi-sanksi atas pelanggaran demikia ditujukan untuk perbaikan kembali keseimbangan alam,  (alam pikiran kosmis)”. (Pokok-pokok Sosiologi Hukum 1980:23).
Dilain pihak sebagaimana dikatakan oleh Surojo Wignjodipuro,SH bahwa “… Dimana ada masyarakat, disitu ada hokum (adat). Hokum yang terdapat didalam masyrakat manusia betapa sederhana dan sekecil apapun masyarakat itu menjadi cerminnya… begitu pula halya dengan hokum adat di Indonesia. Hokum adat itu senantiasa tumbuh dari suatu kebutuhan hidup yang nyata, cara hidup dan pandangan hidup yang keseluruhannya merupakan kebudayaan masyarakat tempat hokum adat itu berlaku’. (Pengantar dan Azas-azas hokum Adat 1973:80-81).
Hubungan dengan berbagai macam symbol dan maknanya dengan hokum adat dan alam sekitar, tidak terlepas dari berbagai faktor yang sekaligus juga merupakan cirri dari masyarakat hokum adat tersebut.



[1] Penulisan Dayak tanpa huruf “K” (Daya) dimulai pada tahun 1947 setelah kongres persatuan dayak di Sanggau dan dimuat pada surat kabar keadilan (Sumber F.C Palaunsoeka dan Baroamas) Jabang Balunus
[2] Golongan budak hanya ada pada zaman dahulu sekarang sudah dihapuskan
[3] Yaitu teriakan histeris yang mampu menggerakan masa dan mengandung kekuatan ghaib.